Senin, 22 Maret 2010

Kampung Halaman Elang / Erabaru News

by
document.write(' Jesse Jopie Rotinsulu Jr
document.write('
');

document.write(Nabble.formatDateLong(new Date(1224213739037)));
Oct 17, 2008; 10:22am

Erabaru News ? Jumat 17 Oktober 2008 www.erabaru.or.id Kampung Halaman Elang (Erabaru.or.id) - Ada seorang tua dari desa ketika dia mencari kayu bakar di atas gunung, dia menemukan seekor burung kecil yang rupanya agak aneh. Burung aneh tersebut besarnya persis seperti anak ayam yang baru lahir satu bulan, mungkin karena dia masih sangat kecil,belum bisa terbang, terpaksa orang tua ini membawa burung aneh itu pulang ke rumah untuk mainan cucu kecilnya.

Cucu orang tua tersebut sangat nakal sekali, dia meletakkan burung aneh tersebut pada kerumunan anak ayam. Lalu dia dianggap sebagai anak ayam dan dibiarkan besar bersama ayam lainnya.

Burung itu kian hari kian besar,akhirnya mereka mendapatkan bahwa burung aneh itu sebenarnya adalah seekor burung elang. Mereka semua mengkhawatirkan jika anak elang itu telah tumbuh besar, dia akan memakan ayam.

Namun kekhawatiran mereka ini sungguh berlebihan, anak elang yang kian hari kian besar ini, hidup rukun bersama dengan ayam, hanya saja ketika elang itu mengepakkan sayap terbang ke langit, secara naluri dia menerjang ke tanah, sehingga ayam-ayam yang berada di tanah secara naluri juga menjadi gugup dan ketakutan serta menimbulkan kekacauan.

Lama kelamaan penduduk desa setempat, tidak menyukai kebersamaan elang dan ayam. Jika ada tetangga yang kehilangan ayamnya, yang dicurigai kali pertama adalah elang itu. Harus diketahui bahwa elang bagaimana pun juga adalah seekor elang. Elang dilahirkan untuk memakan ayam.

Penduduk yang makin lama tidak menyukai ini, sepakat untuk menuntut keras bahwa elang tersebut harus dibunuh atau dilepas. Agar tidak akan kembali untuk selamanya.

Karena telah lama hidup bersama elang tersebut, sedikit banyak akan timbul perasaan kasih. Oleh karenanya keluarga itu merasa tidak tega untuk membunuh burung elang itu. Akhirnya mereka memutuskan untuk melepaskannya kembali ke alam bebas.

Namun banyak cara telah mereka gunakan tapi masih saja tidak bisa membuat elang itu kembali ke alam bebas. Pada suatu ketika mereka membawa elang itu ke tempat yang sangat jauh untuk dilepas. Namun beberapa hari kemudian, elang itu terbang kembali ke rumah. Akhirnya mereka menyadari bahwa ternyata yang enggan dilepaskan oleh elang itu adalah tempat tinggalnya yang nyaman.

Suatu hari ada seorang tua di desa itu berkata, ?Serahkan elang itu kepadaku. Saya akan membuat dia kembali ke langit biru dan tak akan pernah kembali lagi.?

Elang itu dibawa olehnya ke atas tebing yang paling terjal di dekat desa itu. Kemudian si elang itu dilemparkannya ke dalam jurang dari atas tebing. Bagaikan melempar batu. Mula-mula elang itu meluncur ke dalam jurang bagaikan sebuah batu, namun ketika tubuhnya hampir mencapai dasar jurang, sayapnya mulai dikepakkan untuk menyangga tubuhnya. Meluncur dengan perlahan, lalu dengan ringan mengepakkan sayapnya terbang menuju kelangit biru.

Elang itu makin terbang makin merasakan bebas dan nyaman,makin terbang gerakannya semakin indah, ini barulah namanya terbang. Langit biru barulah kampung halaman elang yang sebenarnya.

Elang itu terbang semakin tinggi dan semakin jauh. Berangsur-angsur menjadi satu titik hitam,terbang keluar dari pandangan mata. Terbang pergi untuk selamanya,tidak pernah kembali lagi.

Sebenarnya, bukankah kita semua persis seperti elang itu. Selalu merasa tidak tega untuk melepas benda-benda yang kita miliki. Enggan berpisah dengan kehidupan yang nyaman dan tenang, serta melupakan tugas sebenarnya yang kita emban?

Seseorang jika menginginkan kehidupannya mengalami perubahan, harus mengerti membawa diri kita sendiri ke tebing kehidupan pada saat krusial. Jika melihat ke bawah adalah tebing curam dengan jurang yang dalam. Namun,jika kita mengangkat kepala memandang ke atas, itu adalah langit bebas yang amat luas! (The Epoch Times/lin)