Rabu, 24 Maret 2010

Kondisi Psikologis yang Dialami oleh Penderita Kanker

Ketika dokter mendiagnosis bahwa seseorang menderita penyakit berbahaya seperti kanker, secara umum ada tiga bentuk respon emosional yang bisa muncul pada pasien penyakit kronis seperti kanker, yaitu penolakan, kecemasan dan depresi (Taylor, 1988). Dalam keadaan tersebut sangat sulit bagi pasien kanker untuk dapat menerima dirinya karena keadaan dan penanganan penyakit kanker ini dapat menimbulkan stres yang terus-menerus, sehingga tidak hanya mempengaruhi penyesuaian fisik tapi juga penyesuaian psikologi individu (Lehmann, deLisa, Warren, deLateur, Bryant and Nicholson, 1978).

Kecemasan merupakan respon yang umum terjadi setelah penyakit kanker terdiagnosis. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh Utami & Hasanat (1998) menunjukkan ketika mengetahui bahwa mereka menderita kanker, pasien kanker akan mengalami kondisi psikologis yang tidak menyenangkan, misalnya merasa kaget, cemas, takut, bingung, sedih, panik, gelisah atau merasa sendiri, dan dibayangi oleh kematian. Kecemasan meningkat ketika individu membayangkan terjadinya perubahan dalam hidupnya di masa depan akibat dari penyakit yang diderita ataupun akibat dari proses penanganan suatu penyakit. Kadangkala proses penanganan kanker sangat membebani pasien dibandingkan penyakitnya sendiri, misalnya proses radiasi dan obat-obatan yang digunakan untuk membunuh sel kanker tenyata dapat mengakibatkan kerusakan tubuh bahkan bepotensi untuk menyebabkan hilangnya fungsi tubuh yang tidak dapat diperbaiki (Burish, 1987). Proses penanganan kanker juga disertai dengan rasa sakit, kecemasan, disfungsi seksual, dan kemungkinan perawatan di rumah sakit dalam jangka waktu yang lama (Redd & Jacobsen, 1988).

Perawatan di rumah sakit merupakan salah satu hal yang cukup mencemaskan bagi pasien, misalnya ketika akan dilakukan operasi dan merasa tidak nyaman atau mengalami rasa sakit setelah dilakukannya operasi. Setelah operasi, penderita kanker seringkali mengalami perasaan kecewa ketika harus kehilangan salah satu organ tubuh Selain itu, pendekatan yang tidak personal dari dokter, perawat ataupun pegawai rumah sakit menyebabkan pasien merasa hanya menjadi objek pemeriksaan semata. Dalam kondisi demikian, seorang seringkali mengalami kehilangan identitas diri dan kehilangan kontrol atas tubuh, lingkungan fisik dan sosialnya, sehingga membuat pasien kurang nyaman menjalani pemeriksaan dan perawatan di rumah sakit.

Kondisi dan penanganan penyakit kanker dapat menimbulkan stres, sehingga tidak saja mempengaruhi kondisi fisik tetapi juga kondisi psikologis pasien. Meskipun reaksi psikologis terhadap diagnosis penyakit dan penanganan kanker sangat beragam dan keadaan serta kemampuan masing-masing penderita tergantung pada banyak faktor, namun ada enam reaksi psikologis yang utama (Prokop, 1991) yaitu kecemasan, depresi, perasaan kehilangan kontrol, gangguan kognitif atau status mental (impairment), gangguan seksual serta penolakan terhadap kenyataan (denial). Jay, Elliot & Varni (1986) menyatakan bahwa profil psikologis pasien yang datang pada pemeriksaan medis menunjukkan tingginya tingkat kecemasan, rasa marah, dan keterasingan.

Menghadapi penderitaan fisik dan mental akibat penyakit yang parah seperti kanker, umumnya pasien yang memiliki penerimaan diri yang rendah, harga diri yang rendah, merasa putus asa, bosan, cemas, frustasi, tertekan dan takut kehilangan seseorang (Charmaz dalam Radleay, 1994). Banyak penelitian menunjukkan pasien kanker akan mengalami masalah harga diri rendah (Berterö, 2002; Carpenter, Brockop, & Andrykowski, 1999; Kurnia, 1995; Cocker, Bell, & Kidmans, 1994; Edelman, Bell, & Kidman, 1999; Curbow, Somerfield, Legro, & Sonnega, 1990; Trunzo & Pinto, 2003; Carpenter, Brockopp, & Andrykowski, 1999; Symister, & Friend 2003; Helgeson, Lepore, & Eton, 2006).

Jika perasaan-perasaan rendah tersebut dirasakan pasien dalam waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan depresi. Oleh sebab itu, pasien kanker biasanya mengalami sakit dua kali lipat dari kebanyakan penyakit lain. Selain menderita penyakit kanker itu sendiri mereka juga menderita depresi (Keitel & Kopala, 2000). Mereka tidak bisa menerima keadaan dirinya sebagai orang yang sakit sehingga pasien kanker akan terus merasa bahwa dia adalah orang yang paling tidak beruntung. Dengan menjadi penderita kanker, aktivitas yang dapat dilakukannya sangat terbatas. Penelitian yang dilakukan oleh Hadjam (2000) terhadap pasien kanker menemukan bahwa pasien yang mengalami kanker memperlihatkan adanya stres dan depresi yang ditunjukkan dengan perasaan sedih, putus asa, pesimis, merasa diri gagal, tidak puas dalam hidup, merasa lebih buruk dibandingkan dengan orang lain, penilaian rendah terhadap tubuhnya, dan merasa tidak berdaya.

Kemungkinan terjadinya gangguan psikologi seperti depresi, kecemasan, kemarahan, perasaan tidak berdaya dan tidak berharga dialami antara 23%-66% pasien kanker. Diperkirakan saat ini ada sekitar 25% pasien kanker yang mengalami depresi berat (Sinar Harapan, 2003). Banyak penelitian juga menunjukkan pasien kanker mengalami masalah depresi yang berat (Antoni, Lehmann, Kilbourn, Boyers, Culver, Alferi, Yount, Mc Gregor, Arena, Harris, Price, & Carver, 2001; Blackburn, Bishop, Glen, Whalley, & Christie, 1981; Ciaramella, & Poll 2001; Evans, & Connis, 1995; Hipkins, Whitworth, Tarrier, & Jayson G, 2004; Hopko, Bell, Armento, Hunt, & Lejuez, 2005; Love, Love, Grabsch, Clarke, Bloch, David, & Kissane, 2004; Osborn & Demoncada, 2006; Spiegel & Giese, 2003; Wong-Kim, & Bloom, 2005).

Dari penjelasan di atas dapat kita lihat bahwa pasien penderita kanker tidak hanya menderita secara fisik, tetapi juga mengalami masalah psikologis, seperti harga diri yang rendah dan depresi. Oleh karena itu pasien penderita kanker tidak hanya diberikan perawatan fisik saja, namun perlu perawatan psikologis untuk meningkatkan harga diri dan mengurangi depresi yang dialami oleh pasien penderita kanker.